Press ESC to close

Papua Barat Belum Ramah Terhadap Disabilitas

MANOKWARI, KALAWAI NEWS.COM,- Kebijakan pembangunan daerah di Provinsi Papua Barat dinilai belum ramah terhadap kelompok penyandang Disabilitas yang tersebar hampir di seluruh kabupaten.

Kondisi ini masih diperburuk dengan sejumlah diskriminasi negatif terhadap disabilitas yang justru membuat mereka sulit untuk berkembang dan membangun kehidupan yang baik dan normal layaknya masyarakat umum lainnya.

Ketua Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia Provinsi Papua Barat, Pdt Shirley Parinussa di sela – sela Peringatan Hari Disabilitas Internasional Provinsi Papua Barat, Sabtu [7/12/2024], mengungkapkan beberapa faktor utama yang selama ini menyebabkan kelompok disabilitas kurang mendapatkan perhatian dalam aspek pembangunan dan kebijakan publik yang dilakukan oleh pemerintah dan legislatif.

Kelompok disabilitas menurut Dia, selalu dilihat sebagai kelompok yang hanya butuh belas kasihan (baca, karitas). Sehingga kebijakan dan perhatian yang diberikan kepada disabilitas hanya berkisar pada bantuan sembako, serta santunan hari raya semata.

Pemahaman seperti ini membuat kelompok disabilitas semakin terkucil karena tidak diberikan ruang dan kesempatan untuk mendapat pembinaan dan pelatihan sehingga kelompok disabilitas dapat terus berkontribusi dengan skill dan potensi yang dimiliki untuk mendukung pembangunan daerah.

“Permasalahan disabilitas tidak sekedar belas kasihan atau charity, justru pemerintah sudah harus berpikir bagaimana menyiapkan lapangan pekerjaan, pelatihan UMKM bagi disabilitas dan penyediaan rumah tinggal yang layak bagi mereka,” urai Pdt Shirley Parinussa.

Lebih lanjut, Ia mengatakan keberpihakan pada kelompok disabilitas harus diperkuat dengan adanya kebijakan dan regulasi daerah yang ramah terhadap kelompok disabilitas. Dicontohkannya, implementasi UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Disabilitas yang mengamanatkan adanya kuota 2% bagi kelompok disabilitas dalam penerimaan pegawai dan tenaga kerja di layanan publik.

Namun menurut mantan Ketua PGPP Papua Barat ini, kebijakan rekruitmen tenaga kerja 2 ℅ juga tidak berjalan. Belum lagi terkait fasilitas di ruang publik seperti pasar, bandara, rumah ibadah yang juga dibangun tidak mengakomodir kelompok disabilitas.

“Jalan raya, bandara, pasar dan juga rumah ibadah baik mesjid maupun gereja belum sepenuhnya ramah terhadap kelompok disabilitas. Kasihan teman – teman selalu kesulitan ketika berada di ruang publik dengan kondisi dan keterbatasan yang mereka miliki,” jelas Pdt Shirley Parinussa.

Senada dengan itu, Maria Roslinde Minis, salah satu penyandang tuna daksa yang juga anggota HWDI Papua Barat yang telah bekerja sebagai staf di Polda Papua Barat memberikan apresiasi atas komitmen Polda Papua Barat dalam memberikan peluang dan porsi yang sama kepada disabilitas.

Diakuinya, kelompok disabilitas juga bisa bekerja profesional dan mampu menyelesaikan pekerjaan tepat waktu apabila diberikan kesempatan dan dukungan.

“Saya bersyukur Polda Papua Barat menerima saya untuk bekerja dan sudah lima tahun saya bekerja di Polda. Semoga apa yang dilakukan oleh Polda juga dapat diikuti oleh instansi pemerintah/swasta yang lainnya,” ujar Maria Lewu.

Dirinya berharap melalui momen perayaan Hari Disabilitas Internasional yang diperingati setiap tahunnya dapat menyadarkan pemerintah pusat dan daerah untuk dapat memberikan perhatian serius kepada disabilitas.

Maria, jelasnya masih banyak menemukan terjadinya diskriminasi terhadap kelompok disabilitas khususnya dalam perekrutan pegawai atau tenaga kerja.

Terpisah, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Papua Barat, Witri SE,M.Ec. Dev, menegaskan keberpihakan dan dukungan kepada kelompok disabilitas merupakan tanggung jawab pemerintah.

Menurutnya pemerintah berkewajiban untuk memastikan hak disabilitas terkait informasi publik, sarana prasarana di ruang publik juga harus tersedia bagi penyandang disabilitas termasuk dalam situasi tanggap bencana.

“Pemerintah Provinsi Papua Barat akan bekerja sama dengan pihak terkait untuk membangun sarana yang dibutuhkan,” papar Witri.

Pihaknya berharap semua elemen baik pemerintah maupun swasta juga turut terlibat dan bekerja sama untuk memberikan penyediaan fasilitas dan sarana prasarana yang dibutuhkan oleh disabilitas termasuk sarana pendidikan seperti Yayasan Sekolah Luar Biasa [SLB] Panca Kasih di Manokwari yang kini sudah berstatus negeri.

“Kita berharap tidak hanya pemerintah semata tetapi juga semua pihak terkait yang memiliki keprihatinan bagi kelompok disabilitas, juga ikut berkontribusi,” pungkas Witri.

 

[Yohanis Ajoi/KN 01]

@Katen on Instagram
This error message is only visible to WordPress admins

Error: No feed with the ID 1 found.

Please go to the Instagram Feed settings page to create a feed.